Kode Iklan

Minggu, 27 Januari 2013

Kearifan Lokal dan Kecerdasan Sejarah



         Forum yang terlahir lewat kongkow dan diskusi beberapa guru swasta dari IPS jurusan Sejarah di Kabupaten Jember dinamakan Komunitas Bhattara Saptaprabhu. Komunitas yang awalnya beranggotakan 7 (tujuh) orang ini memiliki interest dan kepedulian tinggi pada sejarah bangsanya khususnya sejarah lokal. Mereka merasa terpanggil melihat betapa sejarah dianggap sebagai mata pelajaran yang tidak menarik dan membosankan. Guru hanya sebagai "tukang dongeng" yang menjemukan dan berputar-putar di antara khayal dan kenyataan. Ironisnya pemerintah kita dari dulu juga acuh-tak acuh pada pembelajaran sejarah dan seperti tidak menemukan solusi yang bijak bagaimana merekatkan anak bangsa dengan sejarahnya. Alih-alih, setelah merebaknya kasus korupsi, terorisme dan narkoba yang mendera bangsa kita, pemerintah akhirnya berfikir tentang bagaimana membanguan karakter bangsa (nation anda character building). Lalu apa hubungannya dengan sejarah bangsa kita ?
    Setiap bangsa di dunia memiliki sejarah dan latar belakang tersendiri, terlebih bangsa Indonesia juga mempunyai rentang perjalanan sejarah yang panjang dan lama. Secara teoritis masuk masa sejarah dimulai abad ke 5 Masehi dengan adanya Prasasti Yupa peninggalan Kerajaan Kutai di Kalimantan Timur.
Pada puncaknya muncul kerajaan-kerajaan besar seperti Sriwijaya dan Majapahit, kemudian Mataram Islam yang masih tersisa sampai sekarang (Jogjakarta dan Surakarta).
    Rentang perjalanan sejarah yang panjang itu belum membuat kita jera lewat pengalaman pahit kesejarahan, terlebih lembaran hitam sejarah yang harus diputar ulang ibarat jarum jam. Kita harus meniti kembali sejarah hitam atau kelabu itu ampai akhirnya harus terhempas kembali  ke titik nadir seperti sekarang.
Meskipun pelaku sejarah bukan orang yang sama, namun sang "aktor" politik tetap tidak pernah mem-parodi-kan perannya dengan pemeran sejarah sebelumnya. Seperti pelaku korupsi yang tidak pernah belajar dari kebangkrutan Maskapai Dagang Hindia Timur (VOC), atau para morfinis yang tidak pernah tahu atau mendengar kehancuran Singosari akibat Kertanegara mabuk berat dalam pesta pora upacara Tantrayana. Atau para teroris yang tidak peduli terhadap sejarah separatisme DI/TII dan PRRI/Permesta. Akibatnya kegagalan sejarah terulang, utamanya dalam menegakkan negara yang hak dan konstitusional. Di mana bukan hanya pelaku sejarah yang tergilas, namun juga pemeran figuran dalam hal ini rakyat yang jadi korban. Semua ini karena kearifan lokal sejarah, dan kecerdasan sejarah makin jauh dari kita.
     Mungkinkah pemerintah menafikan sejarah bangsanya, atau meng-alienasi sejarah dari kurikulum pendidikan di tingkat SD sampai dengan SMA ? Jawabannya bisa mungkin ya, karena ada kepentingan yang lebih besar yaitu kepentingan uang dan politik di tengah carut marut hegemoni kaum kapitalis dan liberalis.
     Saya selaku penggagas Forum Komunitas ini merasa salut dan kagum dengan tokoh Perang Salib, Salahuddin Al-Ayyubi (Saladin) yang memenangkan perang dari kebrutalan para crussader hanya dengan membaca sejarah perjuangan Rasulullah SAW atau sirah nabawiyah pada setiap acara Maulid. Hal ini dilakukan untuk memberikan motivasi dan spirit perjuangan Rasulullah pada balatentara muslim. Sehingga semangat jihad tentara islam berkobar-kobar sebagaimana dalam Perang Badar dan perang-perang yang dipimpin oleh Nabi SAW. Dalam hal ini sejarah kembali terulang ke arah yang menguntungkan. Kemudian Muhammad Al-Fatih atau Sultan Mehmed II dari Ottomon Turki juga banyak belajar pada sejarah gemilang Salahuddin dengan memukul mundur pasukan nasrani dalam merebut Kota Konstantinopel (Byzantium) tahun 1453 pada usia yang sangat belia yaitu 21 tahun. 
       Andaikata kita arif dan cerdas dalam membaca dan mencermati sejarah, setidaknya kesalahan dan kegagalan sejarah sekarang dan akan datang tidak akan terulang pada taraf yang merugikan. Lihatlah bangsa-bangsa di Eropa dan Amerika yang berhasil menanamkan nasionalisme tinggi pada rakyatnya. Karena di sana pelajaran sejarah menempati porsi penting dan tidak dianaktirikan.  
    Di Amerika Serikat seorang prajurit yang dikirim untuk berperang demi membela negaranya berangkat dengan rasa bangga dengan semangat makantar-makantar (istilah LKH)  kendati untuk kepentingan atau policy yang salah dari sang penguasa. Karena di sana sejarah telah menjadi bagian dari doktrin untuk membangkitkan militansi mereka, meskipun warga negaranya dikenal cerdas dan kritis pada kebijakan penguasa. 
      Ke depan kita harus lebih banyak belajar dari kebesaran bangsa lain yang notabene punya sejarah yang kelam seperti kita. Namun mereka punya kearifan lokal dan kecerdasan sejarah.
                                                                       
                                                                      (Oleh : Zainollah, S.Pd)

     
       


0 komentar:

Posting Komentar